Jerat Pinjol Bahayakan Masa Depan Milenial dan Gen Z

Teknologi menjadi sebuah kata kunci di era digital seperti saat ini. Dengan adanya kemajuan teknologi, hampir sebagian penduduk di seluruh dunia memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut termasuk negara Indonesia. Kemajuan teknologi yang sangat pesat memberikan dampak positif kepada pengguna yakni mempermudah aktivitas kehidupan masyarakat. Berdasarkan data dari Statista per Januari 2023 menyebutkan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara yang masyarakatnya mengakses internet dengan jumlah terbanyak di dunia yakni menempati peringkat ke-4 dengan jumlah sebanyak 224,01 juta pengguna.

Di Indonesia kemajuan teknologi sangat berdampak di seluruh aspek salah satunya di bidang ekonomi. Dengan adanya perkembangan teknologi di jasa industri keuangan dapat memberikan banyak kemudahan bagi masyarakat dalam bertransaksi sehari-hari. Masyarakat lebih nyaman menggunakannya karena dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. Perkembangan fintech di Indonesia sangat pesat. Hal tersebut dapat dilihat dari yang awalnya hanya 24 perusahaan fintech di tahun 2016 berkembang pesat menjadi 340 penyelenggara fintech yang menjadi anggota AFTECH (Asosiasi Fintech Indonesia) pada tahun 2023.

Pinjaman online (peer to peer lending) merupakan perusahaan fintech yang sedang naik daun akhir-akhir ini. Pinjol ini sangat disukai oleh masyarakat karena dapat diakses secara mudah hanya melalui handphone saja tanpa adanya pertemuan antara si pemberi pinjaman dan yang meminjam. Pinjol sedang gencar sekali menawarkan jasa pinjaman kepada masyarakat. Biasanya strategi penawaran tersebut dilakukan dengan memberikan bunga yang rendah, syarat pengajuan yang mudah, dan tidak ada agunan yang dijaminkan sehingga masyarakat lebih tertarik untuk memanfaatkan pinjol dibandingkan pinjaman secara konvensional. Suku bunga pada pinjaman online cenderung lebih tinggi dan tenor cicilan lebih ringkas dibandingkan dengan pinjaman konvensional serta biaya administrasi yang tidak transparan.

Di balik kemudahan yang ditawarkan oleh pinjaman online, namun akhir-akhir ini pinjaman online lebih dinilai negatif oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pinjol ilegal melakukan praktik-praktik yang melanggar aturan sehingga memakan banyak korban. Misalnya nasabah biasanya akan mendapatkan tagihan pinjaman yang lebih besar dari kesepakatan awalnya. Selain itu, nasabah juga dituntut untuk membayar biaya denda keterlambatan dan biaya denda yang lain dengan jumlah yang cukup tinggi. Ada juga pelanggaran dengan cara meneror, memberikan ancaman bahkan bisa mengakses data pribadi di ponsel nasabah.

Saat ini banyaknya kasus pinjaman online yang bermasalah di Indonesia paling tinggi terdapat pada kategori perseorangan yang didominasi oleh Gen Z dan milenial. Dengan demikian, Gen Z dan milenial berperan besar terhadap adanya kredit bermasalah. Menurut laporan OJK per Juni 2023 jumlah rekening penerima pinjol aktif berusia 19-34 tahun berada di urutan pertama yakni mencapai 10,91 juta penerima dengan nilai pinjaman sebesar Rp 26,87 triliun. Di urutan kedua, disusul peminjam berusia 35-54 tahun dengan 6,49 juta dan pinjaman sebesar Rp17,98 triliun. Selanjutnya jumlah penerima pinjol yang berusia di atas 54 tahun sebanyak 686.354 dengan penyaluran sebesar Rp2 triliun. Terakhir, penerima pinjol berusia di bawah 19 tahun sebanyak 72.142 dengan penyaluran sebesar Rp 168,87 miliar.

Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan di atas, menurut penulis terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi Gen Z dan milenial terjerat pinjaman online. Pertama, adanya kemajuan dan kemudahan teknologi. Kemajuan teknologi ini memberikan kemudahan dalam mengajukan pinjaman online dengan persyaratan yang tidak ribet sehingga masyarakat lebih tertarik memanfaatkan aplikasi pinjol. Dengan adanya kemajuan teknologi yang sangat pesat maka penting untuk bijak dalam penggunaannya.

Kedua, adanya gaya hidup Gen Z dan milenial yang masuk dalam kategori usia produktif dimana mereka memiliki pendapatan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari. Apabila Gen Z dan milenial tidak dapat mengatur pengelolaan keuangannya secara bijak maka dapat mengakibatkan mereka memiliki kehidupan yang bersifat konsumtif. Apalagi jika pendapatannya tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya maka mereka akan cenderung memilih utang sebagai solusi sementaranya. Padahal dengan mereka memiliki utang itu akan menambah masalah baru dan menjadi sumber masalah.

Ketiga, minimnya literasi keuangan yang dimiliki oleh Gen Z dan milenial sehingga dalam membuat keputusan kurang bijak dalam pengelolaan keuangan. Hal tersebut dapat terjerumus pada kebiasaan berhutang sehingga diperlukan peningkatan literasi keuangan supaya tidak mudah terjerat pinjol ilegal. Banyaknya Gen Z dan milenial ini menggunakan pinjol ilegal karena kurangnya kemampuan manajemen keuangan.


Penulis:

Fitri Amaliyah, SE, M.Ak, Ak

Dosen Prodi D-3 Akuntansi Politeknik Harapan Bersama

19 September 2023 - 16:28:10 WIB   0
Penelitian Dosen   Politeknik Harapan Bersama   Prodi D-3 Akuntansi  

Share:

Tinggalkan Komentar

Email dan No. HP tidak akan kami publikasikan

Info Penerimaan Mahasiswa