Orang Miskin Dilarang Kuliah?

Beberapa waktu ini belakangan viral beredar pemberitaan di berbagai  media berita dari berbagai  demonstrasi di kampus-kampus negeri terkenal. dari para mahasiswa yang melakukan protes dikarenakan adanya kenaikan uang kuliah. Tercatat kampus beberapa mahasiswa yang melakukan demonstrasi diantaranya  dari  Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto, Universitas Sumatera Utara di Medan, dan juga BEM Universitas Indonesia sebagai kampus senior juga telah mengawali demo terkait UKT di tahun 2023.

Apa sih UKT dan dampaknya bagi mahasiswa? UKT atau Uang Kuliah Tunggal adalah sejumlah biaya yang harus dibayarkan oleh setiap mahasiswa di masing-masing semester yang ditujukan untuk lebih membantu dan meringankan biaya pendidikan mahasiswa. UKT mengcover semua biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh setiap mahasiswa dan biasanya tidak ada pungutan lainnya. 

Oleh karena itu bagi orang tua, UKT di jadikan salah satu komponen dalam perhitungan sejumlah dana yang harus dialokasikan untuk kepentingan pendidikan anak mereka. Selain UKT, akan ada biaya tempat tinggal atau sering disebut biaya kos-kosan untuk mahasiswa, dan biaya makan dalam sebulan. Kesemuanya itu adalah komponen utama dalam alokasi biaya per bulan yang harus dipikirkan setiap orang tua yang anaknya meneruskan pendidikan di jenjang perkuliahan. 

Meskipun di demo banyak mahasiswa dari berbagai kampus, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Abdul Haris di laman cnnindonesia.com menyatakan biaya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) masih relatif terjangkau ketimbang Perguruan Tinggi Swasta (PTS)? 

Perlu diperhatikan, penetapan UKT di masing-masing Universitas harusnya lebih berhati-hati dalam penentuan besarannya. Dan dilakukan dengan pertimbangkan kemampuan ekonomi kebanyakan mahasiswa, karena dapat dipastikan kemampuan ekonomi orangtua dari setiap mahasiswa berbeda-beda. 

Mengapa biaya pendidikan tinggi saat ini semakin melambung? Hal tersebut terjadi seiring dengan di dorong nya setiap perguruan tinggi negeri untuk menjadi PTN BH (Badan Hukum) oleh Menteri Pendidikan di tahun 2022. Diharapkan dengan menjadi PTN BH, setiap PTN dapat lebih leluasa dalam mengelola dan memanfaatkan potensi kampus dalam mendukung aktivitas dosen dan mahasiswa. 

Apakah yang dimaksud dengan "lebih leluasa mengelola dan memanfaatkan potensi kampus" ibarat nya itu  sama artinya dengan akan di ”disapih” dari kucuran dana dari pemerintah? dan Apakah Perguruan Tinggi Negeri tersebut akhirnya diharuskan mencari alternatif  pemasukan dan mengelola pengeluaran secara mandiri ?  

Kalau benar hal tersebut di atas, maka dampaknya adalah kampus-kampus negeri tersebut harusnya lebih giat dalam mengikuti hibah-hibah penelitian ataupun pengabdian masyarakat, bekerja sama dengan entitas lain dalam membiayai kegiatan-kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 

Tapi akan sangat disayangkan bila upaya  untuk memperoleh pemasukan berasal dari  menaikan biaya UKT Mahasiswa. Walaupun hal ini logis dan bisa saja terjadi, tidak lain karena manajemen kampus belum mengoptimalkan upaya penambahan pemasukan selain dari UKT.

Harapan dari para orang tua dan juga masyarakat tentunya UKT tidak mahal dan terjangkau. Meskipun saat ini masyarakat Indonesia konon sudah masuk ke negara  upper middle income (artinya Umi?) , walaupun masih banyak juga masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp. 5 juta/bulan. Lalu bagaimana seharusnya dengan pemerintah dalam menyikapi hal ini? 

Pemerataan sektor pendidikan harusnya menjadi salah satu faktor penentu perkembangan sebuah bangsa. Bagaimana mau maju, bila setiap warga negaranya harus merogoh kocek teramat dalam untuk bisa mengenyam bangku pendidikan?. Semakin ekonomi susah, maka semakin tidak terjangkau bangku perkuliahan bagi sebagian besar rakyat Indonesia. 

Di sini dibutuhkan sikap kenegarawanan yang visioner dalam mengelola pendidikan sebuah negara. Dimana saat ini peringkat pendidikan di Indonesia berada di posisi ke 67 dari 203 negara (worldtop20.org). Jika tata kelola pendidikan tidak segera dibenahi maka jumlah penduduk yang mendapatkan pendidikan tinggi akan semakin berkurang. Karena biaya pendidikan tidak lagi dapat dijangkau oleh semua kalangan. Perlu di ketahui saat ini hanya 6,52% penduduk Indonesia yang mampu mengenyam bangku kuliah (liputan6.com). 

Bisakah Pemerintahan Baru Indonesia meningkatkan Pendidikan Indonesia ? Apakah masih berkutat pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat ? Semoga selain Makan Gratis, peningkatan kualitas Pendidikan Anak Bangsa juga menjadi Prioritas untuk dijalankan. Mari kita tunggu saja.

Oleh : Dr. Yeni Priatna Sari, M. Si, Ak, CA, ASEAN CPA

Ketua Program Studi D-3 Akuntansi Politeknik Harapan Bersama

03 Juni 2024 - 11:47:52 WIB   0
Penelitian Dosen   Politeknik Harapan Bersama   Prodi D-3 Akuntansi  

Share:

Tinggalkan Komentar

Email dan No. HP tidak akan kami publikasikan

Info Penerimaan Mahasiswa